Kemandirian
Menurut Masrun (1986:8) kemandirian
adalah suatu sikap yang memungkinkan seseorang untuk bertindak bebas, melakukan
sesuatu atas dorongan sendiri dan untuk kebutuhannya sendiri tanpa bantuan dari
orang lain, maupun berpikir dan bertindak original/kreatif, dan penuh
inisiatif, mampu mempengaruhi lingkungan, mempunyai rasa percaya diri dan
memperoleh kepuasan dari usahanya.
Sikap kemandirian harus dimiliki
bangsa indonesia terutama pada pemrintahannya dalam mengurus persoalan negeri
ini. Rakyat yang mandiri berarti bangsa yang besar dan indonesia sedang mewujudkan
itu
Banyak cara dalam memandirikan
masyrakat mulai dari sektor pendidikan, pertanian, pertambangan, dan sumber
daya manusia itu sendiri.
Permasalahan utama tentunya adalah
mendorong agar pengembangan sumber daya manusia ini sanggup menghantarkan suatu
bangsa mencapai tingkat kemandirian yang berkesinambungan. Era globalisasi
menuntut adanya parameter daya saing sebagai satu satunya hal yang penting
untuk menjamin suatu kemandirian, lebih lanjut, pembinaan karakter yang menuju
pada mentalitas daya saing sendiri menuntut adanya sejumlah prasyarat pokok
yang harus dijadikan acuan dalam setiap proses, atau yang lazim dikenal dengan
rantai nilai.
Sejalan dengan hal tersebut, maka
unsur pokok pembangun kemandirian bangsa terfokus pada tiga aspek penting
yaitu:
1. Peran
kritis sumber daya manusia sebagai sumber daya yang terus terbarukan,
2. Peningkatan
daya saing dari sumber daya manusia tersebut, sebagai jaminan untuk adanya
kemandirian bangsa yang berkesinambungan,
3. Pemahaman
bahwasanya mencetak mentalitas daya saing membutuhkan suatu rantai nilai dengan
tatanan dan urutan tertentu. Serta keberhasilannyapun tergantung dari sampai
sejauh mana tingkat pemenuhan kriteria dan persyaratan tersebut.
Ketiga aspek tersebut perlu
mendapatkan suatu pelaksanaan agar mengiplemntasikan kepada masyarakat menjadi
suatu tindakan nyata. Bangsa ini akan terus dihapai beragam masalah bila
pertumbuhan sumber daya manusia lambat maka daya saing akan menurun dan
kualitas produk maupun pendidik akan berdampak buruk bagi masyarakat .
Upaya strategis yang harus dilakukan
oleh generasi muda dalam menghadapi hal tersebut adalah sebuah koordinasi
gerakan revitalisasi kebangsaan yang diarahkan terutama pada penguatan
ketahanan masyarakat dan bangsa terhadap segenap upaya nihilisasi dari pihak
luar terhadap nilai-nilai budaya bangsa.
Adapun generasi muda dalam
melaksanakan koordinasi gerakan tersebut memiliki 3 (tiga) peran penting yakni:
1. Sebagai
pembangun-kembali karakter bangsa (character builder). Di tengah tengah
derasnya arus globalisasi, kemudian ditambah dengan sejumlah erosi karakter
positif bangsa sementara adanya gejala amplifikasi atau penguatan mentalitas
negatif, seperti malas, koruptif dan sebagainya, maka peran generasi muda
adalah membangun kembali karakter positif bangsa. Peran ini tentunya sangat
berat, namun esensinya adalah adanya kemauan keras dan komitmen dari generasi
muda untuk menjunjung nilai-nilai moral di atas kepentingan kepentingan sesaat
sekaligus upaya kolektif untuk menginternalisasikannya pada kegiatan dan
aktifitasnya sehari-hari.
2. Sebagai
pemberdaya karakter (character enabler). Pembangunan kembali karakter bangsa
tentunya tidak akan cukup, jika tidak dilakukan pemberdayaan secara terus
menerus. Sehingga generasi muda juga dituntut untuk mengambil peran sebagai
pemberdaya karakter atau character enabler. Bentuk praktisnya adalah kemauan
dan hasrat yang kuat dari generasi muda untuk menjadi role model dari
pengembangan karakter bangsa yang positif. Peran ini pun juga tidak kalah
beratnya dengan peran yang pertama, karena selain kemauan kuat dan kesadaran
kolektif dengan kohesivitas tinggi, masih dibutuhkan adanya kekuatan untuk
terlibat dalam suatu ajang konflik etika dengan entitas lain di masyarakat
maupun entitas asing.
3. Sebagai
perekayasa karakter (character engineer) sejalan dengan perlunya adaptifitas
daya saing untuk memperkuat ketahanan bangsa. Peran yang terakhir ini menuntut
generasi muda untuk terus melakukan pembelajaran. Harus diakui bahwa
pengembangan karakter positif bangsa, bagaimanapun juga, menuntut adanya
modifikasi dan rekayasa yang tepat disesuaikan dengan perkembangan jaman.
Sebagai contoh karakter pejuang dan patriotisme tentunya tidak harus
diartikulasikan dalam konteks fisik, akan tetapi dapat dalam konteks lainnya
yang bersifat non-fisik. Peran generasi muda dalam hal ini sangat diharapkan
oleh bangsa, karena di tangan mereka-lah proses pembelajaran adaptif dapat
berlangsung dalam kondisi yang paling produktif.
Hal yang berat bagi para generasi muda
adalah untuk memainkan ketiga peran tersebut secara simultan dan interaktif.
Memang masih diperlukan adanya peran pemerintah dan komponen bangsa lainnya
dalam memfasilitasi aktualisasi peran tersebut oleh generasi muda. Namun
demikian konsentrasi peran tetap pada generasi muda. Tanpa adanya peran aktif
mereka dalam gerakan revitalisasi kebangsaan yang dimaksud di atas, maka bukan
tidak mungkin penggerusan nilai-nilai budaya bangsa akan berjalan terus secara
sistematis dan pada akhirnya bangsa ini akan semakin kehilangan integritas dan
jati-dirinya.
Sumber:
·
https://piyakpiyek.wordpress.com/tag/apa-itu-kemandirian/
·
http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=529